Bismillah.
Khitan bagi wanita juga disyariatkan sebagaimana halnya bagi pria.
Memang, masih sering muncul kontroversi seputar khitan bagi wanita, baik
di dalam maupun di luar negeri. Perbedaan dan perdebatan tersebut
terjadi karena berbagai alasan dan sudut pandang yang berbeda. Yang
kontra bisa jadi karena kurangnya informasi tentang ajaran Islam,
kesalahan penggambaran tentang khitan yang syar’I bagi wanita, dan
mungkin juga memang sudah antipati terhadap Islam. Lepas dari
kontroversi tersebut, selaku seorang muslim, kita punya patokan dalam
menyikapi segala perselisihan, yaitu dikembalikan kepada Allah
Subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya.
فَإِن
تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِن
كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ
وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Hal itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (an-Nisa’: 59)
Setelah kita kembalikan kepada Allah
Subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya, serta telah jelas apa yang diajarkan oleh Allah
Subhanahu wata’ala
dan Rasul-Nya, kewajiban kita adalah menerima ajaran tersebut
sepenuhnya dan tunduk sepenuhnya dengan senang hati tanpa rasa berat.
Allah
Subhanahu wata’ala berfirman,
إِنَّمَا
كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ
لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَن يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۚ وَأُولَٰئِكَ
هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Sesungguhnya jawaban orangorang mukmin, apabila mereka dipanggil
kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul menghukumi (mengadili) di antara
mereka ialah ucapan, “Kami mendengar dan kami patuh.” Dan mereka itulah
orangorang yang beruntung. (an-Nur: 51)
Tentang sunat bagi wanita, tidak diperselisihkan tentang
disyariatkannya. Hanya saja para ulama berbeda pendapat, apakah hukumnya
hanya sunnah atau sampai kepada derajat wajib. Pendapat yang kuat
(rajih) adalah wajib dengan dasar bahwa ini adalah ajaran para nabi
sebagaimana dalam hadits,
الْفِطْرَةُ
خَمْسٌ -أَوْ خَمْسٌ مِنَ الْفِطْرَةِ الْخِتَانُ، وَا سْالِْتِحْدَادُ،
وَنَتْفُ الْإِبْطِ، وَتَقْلِيمُ الْأَظْفَارِ وَقَصُّ الشَّارِبِ
“Fitrah ada lima—atau lima hal termasuk fitrah—: khitan, mencukur
bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak, menggunting kuku, dan menggunting
kumis.” (Sahih, HR. al-
Bukhari dan Muslim)
Fitrah dalam hadits ini ditafsirkan oleh ulama sebagai tuntunan para
nabi, tentu saja termasuk Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam, dan kita
diperintah untuk mengikuti ajarannya. Allah
Subhanahu wata’ala berfirman,
ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا ۖ
Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), “Ikutilah agama Ibrahim, seorang yang hanif.” (an-Nahl: 123)
Alasan yang kedua, ini adalah pembeda antara muslim dan kafir (nonmuslim). Pembahasan ini dapat dilihat lebih luas dalam kitab
Tuhfatul Maudud karya Ibnul Qayyim
rahimahullah dan
Tamamul Minnah karya asy-Syaikh al-Albani
rahimahullah.
Bagian Manakah yang Dikhitan?
Ini adalah pembahasan yang sangat penting karena hal inilah yang
menjadi sebab banyaknya kontroversi. Dari sinilah pihak-pihak yang
kontra memandang sinis terhadap khitan untuk kaum wanita. Perlu diingat,
jangan sampai kita membenci ajaran agama Islam dan berburuk sangka
terhadapnya, lebihlebih jika kita tidak tahu secara benar tentang ajaran
Islam dalam hal tersebut, termasuk masalah ini. Perlu diketahui, khitan
wanita telah dikenal di berbagai negeri di Afrika, Asia, dan wilayah
yang lain. Di Afrika dikenal istilah
khitan firauni (khitan ala
Fir’aun) yang masih berlangsung sampai sekarang. Karena sekarang banyak
pelakunya dari muslimin, pihak-pihak tertentu memahami bahwa itulah
ajaran Islam dalam hal khitan wanita, padahal yang melakukan
khitan firauni bukan hanya muslimah. Khitan tersebut sangat sadis dan sangat bertentangan dengan ajaranajaran Islam.
Seperti apakah
khitan firauni tersebut? Ada beberapa bentuk:
1 . Dipangkas kelentitnya (
clitoridectomy).
2. Ada juga yang dipotong sebagian bibir dalam vaginanya.
3. Ada juga yang dijahit sebagian lubang tempat keluar haidnya.
Sebuah pertanyaan diajukan kepada al-Lajnah ad-Daimah.
Kami wanita-wanita muslimah dari Somalia. Kami tinggal di Kanada dan sangat tertekan dengan adat dan tradisi yang diterapkan kepada kami, yaitu khitan firauni, yang pengkhitan memotong klitoris seluruhnya, dengan sebagian bibir dalam kemaluan dan sebagian besar bibir luar kemaluan. Itu bermakna menghilangkan organ keturunan yang tampak pada wanita, yang berakibat memperjelek vagina secara
total. Setelahnya lubang dijahit total, yang diistilahkan dengan
ar-ratq, yang mengakibatkan rasa sakit yang luar biasa bagi wanita saat
malam pernikahan dan saat melahirkan. Bahkan karena hal itu, tidak jarang sampai mereka memerlukan operasi. Selain itu, hal ini juga mengakibatkan seksualitas yang dingin dan menyebabkan berbagai macam kasus medis, seorang wanita kehilangan kehidupan, kesehatan, atau kemampuannya berketurunan. Saya akan melampirkan sebagian hasil studi secara medis yang menerangkan hal
itu. Kami ingin mengetahui hukum syar’i tentang perbuatan ini. Sungguh,
fatwa Anda semua terkait dengan masalah ini menjadi keselamatan banyak
wanita muslimah di banyak negeri. Semoga Allah Subhanahu wata’ala memberikan taufik kepada Anda semua dan memberikan kebaikan. Semoga Allah Subhanahu wata’ala menjadikan Anda sekalian simpanan kebaikan bagi muslimin dan muslimat.
Jawab: Apabila kenyataannya seperti yang disebutkan, khitan model
seperti yang disebutkan dalam pertanyaan tidak diperbolehkan karena
mengandung mudarat yang sangat besar terhadap seorang wanita. Padahal
Nabi
Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لاَ ضَرَرَ وَ ضِرَارَ
“Tidak boleh memberikan mudarat.”
Khitan yang disyariatkan adalah dipotongnya sebagian kulit yang
berada di atas tempat senggama. Itu pun dipotong sedikit, tidak
seluruhnya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi
Shallallahu ‘alaihi wasallam kepada pengkhitan,
“Apabila kamu mengkhitan, potonglah sedikit saja dan jangan kamu habiskan. Hal itu lebih mencerahkan wajah dan lebih menyenangkan suami.” (HR. al-Hakim, ath-Thabarani, dan selain keduanya) Allah
Subhanahu wata’ala
lah yang memberi taufik. Semoga Allah l memberikan shalawat dan salam
kepada Nabi kita Muhammad, keluarganya, dan para sahabatnya.
(Tertanda: Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz [Ketua], Abdul Aziz Alu Syaikh [Wakil Ketua], Abdullah Ghudayyan [Anggota], Shalih al-Fauzan [Anggota], dan Bakr Abu Zaid [Anggota] fatwa no. 20118)
Dalam pandangan ulama Islam dari berbagai mazhab, yang dipotong
ketika wanita dikhitan adalah kulit yang menutupi kelentit yang
berbentuk semacam huruf V yang terbalik. Dalam bahasa Arab bagian ini
disebut
qulfah dan dalam bahasa Inggris disebut
prepuce.
Bagian ini berfungsi menutupi klitoris atau kelentit pada organ wanita,
fungsinya persis seperti kulup pada organ pria yang juga dipotong dalam
khitan pria. Khitan wanita dengan cara semacam itu mungkin bisa
diterjemahkan dalam bahasa Inggris dengan
prepucectomy. Berikut ini kami nukilkan beberapa penjelasan para ahli fikih.
• Ibnu ash-Shabbagh
rahimahullah mengatakan, “Yang wajib atas
seorang pria adalah dipotong kulit yang menutupi kepala kemaluan
sehingga terbuka semua. Adapun wanita, dia memiliki selaput (kulit
lembut yang menutupi klitoris,
-pen.) semacam jengger ayam yang
terletak di bagian teratas kemaluannya dan berada di antara dua bibir
kemaluannya. Itu dipotong dan pokoknya (klitorisnya) yang seperti biji
kurma ditinggal (tidak dipotong).”
• Al-Mawardi
rahimahullah berkata, “Khitan wanita adalah
dengan memotong kulit lembut pada vagina yang berada di atas tempat
masuknya penis dan di atas tempat keluarnya air kencing, yang menutupi
(kelentit) yang seperti biji kurma. Yang dipotong adalah kulit tipis
yang menutupinya, bukan bijinya.”
• Dalam kitab
Hasyiyah ar-Raudhul Murbi’ disebutkan, “Di atas tempat
keluarnya kencing ada kulit yang lembut
semacam pucuk daun, berada di antara
dua bibir kemaluan, dan dua bibir tersebut
meliputi seluruh kemaluan. Kulit tipis
tersebut dipotong saat khitan. Itulah
khitan wanita.”
• Al-‘Iraqi
rahimahullah mengatakan, “Khitan adalah
dipotongnya kulup yang menutupi kepala penis seorang pria. Pada wanita,
yang dipotong adalah kulit tipis di bagian atas vagina.” Dari
kutipan-kutipan di atas, jelaslah kiranya seperti apa khitan yang syar’I
bagi wanita.
Namun, ada pendapat lain dari kalangan ulama masa kini, di antaranya
asy-Syaikh al-Albani, yaitu yang dipotong adalah klitoris itu sendiri,
bukan kulit lembut yang menutupinya, kulup, atau
prepuce. Sebelum
ini, penulis pun cenderung kepada pendapat ini. Tetapi, tampaknya
pendapat ini lemah, dengan membandingkan dengan ucapan-ucapan ulama di
atas. Namun, pemilik pendapat ini pun tidak mengharuskan semua wanita
dikhitan, karena tidak setiap wanita tumbuh klitorisnya. Beliau hanya
mewajibkan khitan yang demikian pada wanita-wanita yang kelentitnya
tumbuh memanjang. Ini biasa terjadi di daerahdaerah yang bersuhu sangat
panas, semacam Sa’id Mesir (Epper Egypt), Sudan, dan lain-lain. Banyak
wanita di daerah tersebut memiliki kelentit yang tumbuh, bahkan sebagian
mereka tumbuhnya pesat hingga sulit melakukan ‘hubungan’. (
Rawai’uth Thib al-Islami, 1/109, program Syamilah)
Berdasarkan keterangan di atas, jelaslah khitan yang tidak syar’i, yaitu
khitan firauni, khitan
menurut pendapat yang lemah, dan khitan syar’i sebagaimana penjelasan
ulama di atas. Oleh karena itu, tiada celah bagi siapa pun untuk
mengingkari khitan yang syar’i, karena khitan yang syar’I bagi wanita
sejatinya sama dengan khitan bagi pria. Tidak ada kerugian sama sekali
bagi yang bersangkutan. Bahkan, wanita tersebut akan mendapatkan
berbagai maslahat karena banyaknya hikmah yang terkandung. Di antaranya,
dikhitan akan lebih bersih karena kotoran di sekitar kelentit akan
mudah dibersihkan, persis dengan hikmah khitan pada kaum pria. Bahkan,
khitan akan sangat membantu wanita dalam hubungannya dengan suaminya,
karena dia akan lebih mudah terangsang dan mencapai puncak yang dia
harapkan. Hikmah yang paling utama adalah kita bisa melaksanakan
tuntunan para nabi dan beribadah kepada Allah
Subhanahu wata’ala dengan melaksanakannya.
Yang aneh, orang-orang yang anti- Islam di satu sisi mendiskreditkan
Islam dengan alasan khitan wanita, padahal khitan ini juga dilakukan di
negeri nonmuslim, walau tidak dengan nama khitan. Bahkan, tindakan ini
menjadi pengobatan atau solusi bagi wanita yang kesulitan mencapai
orgasme, dan solusi ini berhasil. Pada 1958, Dr. McDonald meluncurkan
sebuah makalah di majalah
General Practitioner yang menyebutkan
bahwa dia melakukan operasi ringan untuk melebarkan kulup wanita pada 40
orang wanita, baik dewasa maupun anak-anak, karena besarnya kulup
mereka dan menempel dengan klitoris. Operasi ringan ini bertujuan agar
klitoris terbuka dengan cara menyingkirkan kulup tanpa menghabiskannya.
Dr. McDonald menyebutkan bahwa dirinya dibanjiri ucapan terima kasih
oleh wanita-wanita dewasa tersebut setelah operasi. Sebab, menurut
mereka, mereka bisa merasakan kepuasan dalam hubungan biologis pertama
kali dalam kehidupannya.
Seorang dokter ahli operasi kecantikan di New York ditanya tentang
cara mengurangi kulup klitoris dan apakah hal itu operasi yang aman. Dia
menjawab, caranya adalah menghilangkan kulit yang menutupi klitoris.
Kulit ini terdapat di atas klitoris, menyerupai bentuk huruf V yang
terbalik. Terkadang kulit ini kecil/sempit, ada pula yang panjang hingga
menutupi klitoris. Akibatnya, kepekaan pada wilayah ini berkurang
sehingga mengurangi kepuasan seksual. Sesungguhnya memotong kulit ini
berarti mengurangi penutup klitoris. David Haldane pernah melakukan
wawancara—yang kemudian diterbitkan di majalah
Forum UK di
Inggris—dengan beberapa ahli spesialis yang melakukan penelitian tentang
pemotongan kulup pada vagina. Di antara hasil wawancara tersebut
sebagaimana berikut ini.
David Haldane melakukan wawancara dengan dr. Irene Anderson, yang
menjadi sangat bersemangat dalam hal ini setelah mencobanya secara
pribadi. Operasi ini dilakukan terhadapnya pada 1991 sebagai pengobatan
atas kelemahan seksualnya. Ia mendapatkan hasil yang luar biasa
sebagaimana penuturannya. Ia kemudian mempraktikkannya pada sekitar
seratus orang wanita dengan kasus yang sama (kelemahan seksual). Semua
menyatakan puas dengan hasilnya, kecuali tiga orang saja. (
Khitanul Inats) Sungguh benar sabda Rasul
Shallallahu ‘alaihi wasallam kepada para pengkhitan wanita saat itu,
إِذَا خَفَضْتِ فَأَشِمِّي وَلاَ تَنْهَكِي، فَإِنَّهُ أَسْرَى لِلْوَجْهِ وَأَحْظَى لِلزَّوْجِ
“Apabila engkau mengkhitan, potonglah sedikit saja dan jangan
engkau habiskan. Hal itu lebih mencerahkan wajah dan lebih menguntungkan
suami.” (HR. ath-Thabarani, dll. Lihat
ash- Shahihah no. 722)
Sungguh, hadits Nabi
Shallallahu ‘alaihi wasallam ini termasuk
mukjizat yang nyata. Selaku seorang muslim, kita jelas meyakininya.
Ringkas kata, orang-orang kafir pun mengakui kebenarannya. Selanjutnya
kami merasa perlu menerangkan langkah-langkah pelaksanaan khitan wanita
karena informasi tentang hal ini sangat minim di masyarakat kita, bahkan
bisa dikatakan hampir tidak ada penjelasan yang mendetail. Yang ada
hanya bersifatnya global, padahal informasi ini sangat urgen.
Sebetulnya, rasanya tabu untuk menjelaskan di forum umum semacam ini.
Namun, ini adalah syariat yang harus diketahui dengan benar, dan
“Sesungguhnya Allah tidak malu dari kebenaran.” Kami menyadari bahwa kekurangan informasi dalam hal ini bisa berefek negatif yang luar biasa:
1. Anggapan yang negatif tehadap syariat Islam.
2. Bagi yang sudah menerima Islam dan ajarannya, lalu ingin
mempraktikkannya, bisa jadi salah praktik (malapraktik), akhirnya sunnah
ini tidak terlaksana dengan benar. Bahkan, bisa jadi terjerumus ke
dalam praktik
khitan firauni yang kita sebut di atas sehingga terjadilah kezaliman terhadap wanita yang bersangkutan, dan mungkin kepada orang lain.
Maka dari itu, sebelumnya kami mohon maaf. Kami hanya ingin
menjelaskan langkah-langkah khitan. Jika ada kata-kata yang kurang
berkenan, harap dimaklumi.
Tata Cara Pelaksanaan Khitan Wanita
1. Siapkan kejiwaan anak yang hendak dikhitan. Hilangkan rasa takut
dari dirinya. Bekali orang tuanya dengan menjelaskan hukumnya dengan
bahasa yang sederhana dan menyenangkan.
2. Sterilkan alat-alat dan sterilkan pula daerah yang hendak dikhitan.
3 . Gerakkan atau tarik
qulfah (
prepuce) ke belakang hingga terpisah atau tidak lekat lagi dengan ujung klitoris, hingga tampak pangkal atas
prepuce yang bersambung dengan klitoris. Hal ini akan mempermudah pemotongan kulit bagian luar sekaligus bagian dalam
prepuce tersebut tanpa melukai sedikit pun klitorisnya sehingga
prepuce tidak tumbuh kembali. Apabila
prepuce dan klitoris sulit dipisahkan, hendaknya khitan ditunda sampai hal itu mudah dilakukan.
4. Lakukan bius lokal pada lokasi— meski dalam hal ini ada perbedaan
pendapat ulama—dan tunggu sampai bius itu benar-benar bekerja.
5.
Qulfah (
prepuce) ditarik ke atas dari ujungnya
menggunakan jepit bedah untuk dijauhkan dari klitoris. Perlu
diperhatikan, penarikan tersebut diusahakan mencakup kulit luar dan
kulit dalam
prepuce, lalu dicapit dengan jepit arterial. Perlu
diperhatikan juga, jangan sampai klitoris ikut tercapit. Setelah itu,
potong kulit yang berada di atas pencapit dengan gunting bengkok, lalu
biarkan tetap dicapit sekitar 5—10 menit untuk menghindari pendarahan,
baru setelah itu dilepas. Jika terjadi pendarahan setelah itu, bisa
dicapit lagi, atau bisa dijahit dengan senar 0/2 dengan syarat tidak
bertemu dan menempel lagi antara dua sisi
prepuce yang telah
terpotong. Tutuplah luka dengan kasa steril dan diperban. Perban bisa
dibuang setelah empat jam. Apabila terjadi pendarahan di rumah, tahan
lagi dengan kapas dan konsultasikan ke dokter. Hari – hari berikutnya ,
jaga kebersihannya dengan air garam atau semacamnya. Sangat perlu
diperhatikan, jangan sampai dua sisi
prepuce yang telah terpotong bertemu lagi atau menyambung, atau bersambung dan menempel dengan klitoris. Semoga bermanfaat,
walhamdulillah awwalan wa akhiran.
terserah anda mau percaya yang mana,wajib atau sunah itu kami kembalikan terhadap pribadi anda sendiri
sumber :
Asysyariah